Pilihan Terbaik
Mimpi ?! Cita -cita ?! . Aku sering ditanya, apakah
mimpiku ? Aku juga bingung, apakah mimpiku yang sebenarnya. Berjuta profesi,
tidak, bukan hanya profesi, masa depan, ya masa depan yang terlintas dibenakku.
Bahkan aku malu untuk mengungkapkannya. Hanya aku, malaikat, dan Allah yang
tau. Idol !. Aku hanya berani memikirkannya, tak berani mengungkapkannya. Aku
takut mereka akan melontarkan candaan kepadaku. Kedua orang tuaku saja tak tau.
“Yup, cukup diary hari ini” kataku. Ya, itu cuplikan
diaryku hari ini. Cukup aneh jika dilihat. Aku tiba-tiba mengungkit masalah
cita - cita. Akhir-akhir ini aku terlibat dengan kata cita-cita dengan berkali -
kali. Seperti TV yang ku tonton tadi pagi. Seorang Agnes Monica mengungkapkan
cita - citanya dari kecil. Tiba - tiba ibuku yang duduk disampingku bertanya,
“Nak, mimpimu apa?”. “Mmm, pengusaha bu” jawabku bohong, tidak, aku tak bohong.
Pengusaha, cita - citaku yang kedua. Yang ketiga? Mmm, kru stasiun TV. Yang
keempat? Pramugari. Yang kelima? Dancer?. Cukup. Jika aku teruskan tak akan
selesai cerita ini.
Keesokan harinya sama seperti biasanya, aku pergi
sekolah. Ku lihat handphoneku, hari Rabu jam 06.00. “Hufft, gak telat.
Alhamdulillah” kataku. Sesampai di kelas, aku berbincang dengan yang lainnya
sambil menunggu pelajaran dimulai. Oh iya, pelajaran yang pertama, BK. Bu Rini
masuk ke dalam kelas. “Assalamualaikum anak-anak. Selamat pagi” sapa bu Rini.
“Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh” jawabku dan teman-teman. “Baik, kita
mulai pelajaran hari ini. Karena kalian sudah kelas tiga, pelajaran kali ini
tentang mimpi, cita - cita, dan masa depan” mulai bu Rini.
“Apa kubilang, akhir - akhir
ini aku terkait dengan hal tersebut” benakku. “Ibu akan bertanya pada kalian
satu persatu. Kalian ingin lanjut di universitas mana dan nantinya ingin jadi
apa. Dimulai dari Ahmad, barisan depan” kata bu Rini. “Saya ingin lanjut di UI
Kedokteran bu. Mungkin kedengarannya sangat berani. Tapi itu keinginan saya bu.
Dan cita - cita saya tentunya menjadi dokter” jawab Ahmad denga percaya diri.
“Bagus, selanjutnya” lanjut bu Rini. “Insya Allah saya ingin kuliah di UNAIR
Psikologi bu. Itu cita - cita saya dari kecil” kata Dini penuh harapan.
“Selanjutnya, Gita” lanjut bu Rini. Gita duduk di sebelahku, dalam arti setelah
Gita adalah giliranku, gumamku dalam hati. “Saya ingin jadi designer, tidak
peduli kuliah dimana” ucap Gita. “Wah, bagus. Artinya kamu ingin sekali jadi
designer?” Tanya bu Rini. “Iya bu” jawab Gita.
“Bagus, selanjutnya” kata bu Rini. “Mm, saya punya banyak
keinginan bu” gumamku. “Banyak? Apa saja?” Tanya bu Rini. “Seniman, pengusaha”
jawabku sambil tersenyum. “Trus yang paling kamu inginkan apa?”Tanya bu Rini
lagi. “Itu dia bu. Saya bingung dengan apa yang saya inginkan. Tapi yang pernah
saya pertimbangkan adalah Manajemen UNAIR” kataku agak gugup.”Hmm, oke” jawab
bu Rini sambil berpikir. “Saya mengerti apa yang dikatakan Narsya. Di umur
kalian seperti ini, wajar jika kalian bingung memilih apa yang menjadi masa
depan kalian. Supaya kalian menjalaninya tidak setengah - setengah.
Memang bagus memikirkan
cita-cita atau masa depan yang kalian inginkan. Tapi lebih bagus lagi jika
kalian berusaha mewujudkannya. Pelajaran kali ini berhenti sampai di sini.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” tutup bu Rini.
Ucapan bu Rini tadi pagi masih terngiang dikepalaku,
“Pilih jurusan yang kalian inginkan agar tak menyesal nantinya”. Apa yang harus
ku lakukan?. Keegoisanku tak bisa ku lawan. Malu hanya gara – gara hal
tersebut. Tapi tak bisa kupungkiri. Aku memang tak bisa mengatakannya. Hanya
lewat jalan alternative saja. Aku ingin menjadi seorang idol. Tapi yang kukatan
ingin menjadi seorang seniman. Walau dalam satu bidang.
“Diary hari ini cukup
sampai disini. Lebih pendek dari biasanya” ujarku. Walaupun yang kutuangkan di
diary hanya sedikit. Tapi dipikiranku masih ada beribu tulisan. Sampai kapan
aku galau seperti ini?” gumamku.
Keesokan harinya, yup sekolah seperti biasanya. Dan
pelajaran pertama. Jreng – jreng. Seni!. Seni kali ini free alias bebas. Aku
pun memutuskan berbincang dengan bu Asni. “Bu, mau bertanya bu” kataku membuka
perbincangan. “Iya, silahkan nak” jawab bu Asni dengan lembut. “Begini bu, saya
ingin mengambil Fakultas Seni. Tapi ibu saya mengatakan bahwa, untu apa
mengambil jurusan seni? Tidak terjamin kerjanya di masa depan. Padahal saya
ingin sekali mengambil jurusan seni bu. Bagaimana bu?”jelasku.
“Mmm, begini nak. Masa depan seseorang itu tidak orang
yang tau. Murid ibu yang dulu, ambil jurusan dan dia berhasil sekarang. Tidak
usah jauh – jauh. Lihat ibu, jurusan seni. Dan sekarang Alhamdulillah berhasil
dan penghasilannya lebih dari cukup. Bilang sama ibumu, takdir seseorang itu
berbeda asalkan ada kemauan dan usah” ucap bu Asni. Seketika wajahku sumringah
mendengar penjelasan bu Asni. Ya, benar tak ada yang tau apa yang akan terjadi
kedepannya.
Sepulang sekolah
aku berniat menceritakan dan bertanya ke ibu. “ Assalamualaikum” kataku
sambil membuka pintu. “Walaikumsalam. Sudah pulang nak?” Tanya ibu. “Iya, bu!”
jawab sambil mencium tangan ibu. “Bu, tadi aku bertanya pada bu Asni tentang
jurusan seni. Kata bu Asni takdir seseorang berbeda asal mereka ada kemauan dan
usaha. Ibu kan bilang kalau seniman kerjanya tidak jelas. Buktinya bu Asni
berhasil sekarang” ucapku. “Terserah Narsya saja, yang penting Narsya tidak
menyesal nantinya” balas ibu dengan lembut. Mendengar kata – kata ibu pun
membuatku merenung kembali. Berpikir dua kali dengan kemampuan yang kumiliki.
Selama berjam – jam aku berpikir sambil duduk di kursi
belajar. Beberapa menit kemudian, sesuatu muncul dipikiranku. Ya, itu ide.
Bagaimana kalau menjadi idol kujadikan cita – cita ketiga yang ingin sekali ku
wujudkan. Kata bu Asni kan asalkan ada keinginan dan usaha. Dan yang pertama
tentunya menjadi pengusaha. Insya Allah aku bisa. Kalau di pikir kembali,
menjadi seorang idol harus karena kemampuan tentunya, takdir, percaya, dan…
keberuntungan.
Oke, lain kali jika ada
masalah bimbang seperti ini, akan ku selesaikan dari sisi lainnya. Tidak hanya
satu sisi. Walaupun mengambil waktu yang
lama untuk mencari keputusan, kuharap itu keputusan yang terbaik. Yang penting
menjalaninya dengan maksimal, ikhlas, dan tak mengenal kata menyerah dan
menyesal di tengah jalan. Bukan karena sesuatu yang ingin di puji, tapi tulus
dari hati yang paling dalam. Fighting!

Komentar
Posting Komentar